PALU, KABARMORUT.com – Di tengah gegap gempita peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-61 Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), ada cerita yang lebih dalam daripada sekadar tawa dan sorak-sorai. Di atas podium, Gubernur Dr. H. Anwar Hafid, M.Si., berdiri dengan wajah penuh tekad. Ia menyadari bahwa momen ini bukan hanya tentang merayakan usia provinsi, tetapi juga tentang memperjuangkan hak-hak daerah yang terasa semakin terpinggirkan.
Hadir di antara hadirin adalah putra-putri terbaik Sulteng yang kini duduk di kursi-kursi strategis di pusat pemerintahan. Ada Menteri Hukum Dr. Supratman Andi Agtas, legislator seperti Muhidin Mohamad Said dan Drs. H. Longki Djanggola, serta senator Abcandra Muhammad Akbar. Tak ketinggalan, beberapa birokrat senior seperti Sudaryano Lamangkona dan Dr. Drs. Mulyadin Malik turut menyaksikan pidato gubernur malam itu. Semua mata tertuju pada sosok pemimpin daerah yang tampak begitu serius, seolah ingin menumpahkan segala isi hatinya.
“Kami di daerah sudah tidak tahu lagi apa yang bisa dilakukan,” ucap Gubernur Anwar Hafid dengan nada suara yang penuh kegelisahan. Ia mulai menceritakan bagaimana pengalihan kewenangan pengadaan bibit pertanian, alat mesin pertanian (alsintan), pupuk, hingga perahu nelayan dari daerah ke pusat telah menjadi batu sandungan besar bagi masyarakatnya. Program BERANI Panen Raya dan BERANI Tangkap Banyak yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan pun terancam gagal. “Minta ke pusat? Susah sekali,” lanjutnya, sambil berharap agar kewenangan tersebut dikembalikan kepada daerah.
Tak hanya persoalan pertanian, kelangkaan tabung gas elpiji 3 Kg juga menjadi beban berat bagi masyarakat Sulteng. Di beberapa wilayah, harga gas melonjak tinggi, membuat rakyat semakin sulit bertahan hidup. Gubernur pun memohon kepada Menteri Hukum yang hadir untuk membantu menyampaikan aspirasi ini ke pusat. “Tolong pak menteri, SPBU dan SPBE harus diperbanyak agar kuota gas elpiji kami bisa ditambah,” pintanya dengan nada penuh harap.
Di sektor tambang mineral dan batubara, masalah Dana Bagi Hasil (DBH) menjadi cerita lain yang tak kalah pilu. Sebagai daerah penghasil, Sulteng merasa kontribusinya belum mendapatkan imbalan yang adil. DBH yang seharusnya menjadi daya dorong fiskal justru terasa seperti setetes air di padang pasir. “Daerah penghasil harus mendapatkan pembagian yang proporsional. Tanpa itu, kami sulit membangun,” ungkapnya dengan nada tegas.
Namun, di tengah semua tantangan ini, Gubernur Anwar Hafid tak lupa membawa kabar optimisme. Ia mengungkapkan strategi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui optimalisasi pajak kendaraan bermotor. PBB-KB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) dan PBBNKB (Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) menjadi andalan baru untuk menambah kas daerah. “Tidak boleh beroperasi kalau tidak balik nama,” tegasnya, menegaskan pentingnya kepatuhan pajak bagi kendaraan plat luar Sulteng.
Dalam kesempatan itu, ia juga berpesan kepada para pejabat asal Sulteng yang kini berada di pusat. “Kami butuh kalian menjadi corong kami di sana,” ujarnya, meminta dukungan mereka untuk merevisi kebijakan yang lebih adil. Ia berharap desentralisasi dapat kembali ke fitrahnya sebagai delegasi kepercayaan pusat kepada daerah untuk mengelola pembangunan sesuai karakteristik lokal.
Gubernur Anwar Hafid menutup pidatonya dengan pesan yang menggetarkan hati. “Tidak akan ada kemajuan jika ketimpangan seperti ini terus berlanjut,” katanya, menekankan pentingnya keadilan dalam pembangunan nasional.
